Saturday, February 19, 2011

Menuju KM 0 Indonesia (Banda Aceh - Sabang)

7 tahun yang lalu Banda Aceh ditimpa musibah Tsunami. Apakah yang sudah terjadi pasca bencana? Berbekal dari hunting di Google dan tanya sana-sini, perjalanan menuju bagian terbarat Indonesia pun dimulai pada Februari 12, 2011.

Tiba di Bandar Udara Sultan Iskandar Muda (SIM) Banda Aceh, mata ini terpana oleh keindahan airportnya. Suasana Islami dari struktur bangunannya sangat terasa.
Bandar Udara Sultan Iskandar Muda

Sambil menunggu teman seperjalanan tiba, saya mencari angkutan yang akan membawa kami ke hotel nanti. Di sini tidak tersedia taksi. Angkutannya dengan kendaraan pribadi. Setelah harga di sepakati, kami bergerak menuju Hotel Diana. Letaknya cukup strategis walau tidak banyak yang berjualan makanan di sekitar hotel. Setelah istirahat sejenak, nyari becak motor lagi untuk keliling Banda Aceh dan wisata kuliner. Ya ada suka duka nya lah kalau nyewa becak. Dukanya kalau hujan kehujanan, kalau berada di belakang truk ya kena debu truk nya :). Sukanya, sepanjang jalan si bapak becak banyak bercerita kejadian pada saat tsunami. Walau kadang-kadang tidak terdengar jelas karena hingar bingar jalan raya dan suara motor becak yang lebih kencang. Spot pertama yang di datangi adalah Mie Razali. Di Banda Aceh, di hampir semua tempat makan, pelayannya adalah laki-laki. Di Mie Razali ini menu andalannya adalah Mie Kepiting. Dan kepitingnya kepiting utuh. Bukan di suwir-suwir. Cara masaknya ada 3. Yang pertama di masak kering artinya digoreng, kedua dimasak basah berarti ada sedikit kuah (kalau di Jawa disebut nyemek) dan dimasak rebus artinya kuahnya banyak
Mie Ayam Kepiting @ Mie Razali
Perjalanan selanjutnya menuju Pantai Lampuuk, Lhok Nga. Sekitar 20 menit perjalanan dengan becak motor. Setiba di sana, hamparan pasir putih dan beningnya air laut memanjakan mata ini. Beberapa orang terlihat duduk-duduk di pondok yang di sediakan. Ada juga yang sedang berenang atau snorkling.

Pantai Lampuuk - Lhok Nga

Sayangnya cuaca sedikit mendung, sehingga air laut pun tampak kelabu. Perjalanan di lanjutkan lagi menuju Banda Aceh. Dalam perjalanan di sempatkan mampir di salah satu kuburan masal korban tsunami.
Tugu peringatan Makam Korban Tsunami
Eh nggak berapa lama meninggalkan makam, ban motor becak nya gembos. Mampir dulu dah di bengkel. Untung hanya bocor kecil. Jadi nggak butuh waktu lama untuk memperbaiki nya.

Benerin becak dulu
Becak dah selesai dibengkelin, perjalanan di lanjutkan menuju kapal PLTD Apung dengan bobot 2600 ton yang terdampar di daratan pada saat tsunami. Di dekat kapal ini ada sebuah bangunan yang memajang foto-foto setelah Tsunami terjadi. Semuanya mengenaskan. Kalau nggak kuat, mending nggak usah lihat dah. Pada saat terjadi tsunami, kapal ini berada di laut dengan jarak 5 KM dari daratan. Alhasil dengan bobot nya yang berat, rumah yang ditimpa pun hancur tak berbekas.

Background PLTD Apung
Salah satu bukti kedahsyatan Tsunami lainnya adalah kapal nelayan yang juga terdampar di atas rumah penduduk. Kapal ini di sebut juga sebagai kapal Nabi Nuh karena menyelamatkan 59 nyawa manusia.
Add caption
Masjid Baiturahman di pusat kota Banda Aceh pun juga mengalami Tsunami. Alhamdulillah, karena kuasa Nya, bangunan ini tetap kokoh di hajar garangnya gelombang Tsunami.

Masjid Baiturahman Banda Aceh
Wisata tsunami hari ini ditutup dengan wisata kuliner di kawasan REX. Menu yang disuguhkan diantaranya kerang rebus, sate matang, sate padang, sate jawa dan makanan ringan lainnya. Nah kalau tempat nongkrongnya anak muda, datang saja ke Cafe di daerah Taman Sari. Salah satunya di Tower Cafe. Waktu kami tiba di sana sudah menunjukkan pukul 8 malam, semua meja di bagian luar sudah dipenuhi kawula muda yang lagi nobar pertandingan bola antara MU dan (satunya lagi lupa :)). Sebagian lainnya memanfaatkan fasilitas free WiFi. Semakin malam semakin ramai. Ternyata kawula muda Aceh tidak jauh berbeda dengan kawula muda di kota metropolitan lainnya.

Keesokan hari, kami bersiap menuju Kota Sabang. Untuk menuju pelabuhan Ulee Lheue kami menggunakan becak. Kali ini pak becak mempunyai kisah yang lebih tragis lagi. Keluarganya menjadi korban tsunami. Beliau sempat dirawat di RSJ selama beberapa bulan setelahnya. Sekarang beliau hidup seorang diri.
Daerah Ulee Lheue adalah salah satu daerah yang paling parah terkena tsunami. Info dari pak becak, daerah ini konon dihuni oleh orang-orang kaya dan keturunan dari Cut Nyak Dien. Setibanya di pelabuhan Ulee Lheue, kami memesan tiket PP Banda Aceh-Sabang (ngirit Rp 10.000).
Baru diresmikan tahun 2009
Sarana transportasi yang digunakan adalah Fery berkapasitas 100 penumpang dengan 3 pilihan kelas yang tersedia. Nama kapalnya Express Bahari. Ada 2 jam keberangkatan tiap hari nya yaitu :
* Banda Aceh - Sabang : 10.00 WIB & 15.30 WIB
* Sabang - Banda Aceh : 08.00 WIB & 14.30 WIB

Fery Banda Aceh - Sabang PP
Waktu tempuh pada saat cuaca cerah sekitar 45 menit. Karena masih ngantuk berat, perjalanan tak terasa dan saat terbangun sudah tiba di Pelabuhan Balohan, Sabang. Angkutan umum yang akan membawa ke Iboih sudah berjejer di parkiran. Sistem angkutan di sini penumpangnya diantar sampai di tempat tujuan (depan rumah).
Sayang nya pada saat tiba di Iboih (sekitar 30 menit dari Sabang), angkot tidak bisa mengantar sampai ke tempat penginapan. Akhirnya kami berjalan kaki sekitar 400 meter dari tempat berhenti. Lumayan juga, dengan membawa tas ransel, medan yang dilewatin ada tanjakan dan turunannya. Untung saja sinyal telpon tetap bagus, jadi kalau sudah ragu, tinggal nelpon yang punya penginapan. Akhirnya tiba juga di Iboih Inn. Pemandangan di depan penginapan indah banget. Sambil menunggu kamar disiapkan, kami menunggu di Sun Dock. Wuiiihhh... ikan hias nya besar-besar dan cantik. Belum pernah melihat pemandangan pantai seindah ini di kota-kota Indonesia yang pernah ku kunjungi.

Sun Dock @ Iboih Inn
Akan tetapi planning snorkling masih besok pagi. Sore ini tujuan utama nya adalah keliling kota Sabang dan menanti Sunset di KM 0. Dengan menyewa sepeda motor, kami berdua menuju kota Sabang. Tikungan dan tanjakan cukup menyulitkan walaupun aspal nya mulus banget. Maklum dah lama banget nggak pernah mengendarai sepeda motor. Satu per satu spot wisata yang ada di Peta di bawah ini kami kunjungi (kecuali air terjun dan kawasan kawah).

Nah, yang uniknya, kalau datang ke Kota Sabang pada siang hari setelah jam 12 siang, hampir semua pertokoan tutup. Begitu juga tempat makan. Jadi terasa sepi banget. Aktifitas masyarakat akan dimulai menjelang pukul 6 sore.  Puas berkeliling di Kota Sabang selama 3 jam, kami menuju KM 0, Indonesia.
 
@ KM 0
Agak-agak sedikit spooky pada saat melewati daerah yang gelap dan sempit. Tidak ada kendaraan yang lewat atau berpapasan. Kami terdiam sepanjang jalan. Untunglah tak lama kemudian tiba juga di Tugu KM 0, Indonesia. Beberapa kendaraan sudah parkir di sekitar tugu.
Tugu KM 0, Indonesia
Walau jam di tangan sudah menunjukkan pukul 6 sore, tapi matahari masih bersinar terang. Dan sang mentari masih garang menyinari kulit ini. Sayang nya, awan tebal menutupi keindahan sang mentari di saat menuju peraduannya.

Sunset @ KM 0, Indonesia
Kami memutuskan kembali lebih awal, takut gelap apalagi harus melewati daerah spooky. Dan dalam perjalanan kembali, sempat bertemu ibu dan anak babi hutan yang melintas dengan santainya di tengah jalan. Alhamdulillah tiba dengan selamat di Iboih Inn lagi. Malam menggayut dan perut lapar. Makanan yang sudah disiapkan pun habis di santap.

Esok hari nya lagi. Sunrise kali ini terhalang oleh mendung. Tak lama kemudian setelah sarapan hujan deras pun turun. Yah harus bersabar menanti hujan reda walaupun seragam untuk snorkling sudah dikenakan di badan. Dinikmati saja keindahan pagi itu dengan berayun-ayun di atas hammock yang terpasang di depan kamar. Sejam menanti akhirnya hujan reda. Kami segera bersiap-siap untuk snorkling. Tidak perlu jauh-jauh dari dermaga untuk menikmati keindahan bawah laut Iboih. Karena habis hujan, di dalam air agak sedikit gelap. Apalagi masih ada rintik-rintik gerimis sesekali. Horizon Samudra Hindia pun tak terlihat.

Add caption

Foto-foto lengkap bisa dilihat di I love my Powershot D10 Canon.

Puas snorkling, kami naik ke dok untuk menghangatkan perut dengan segelas teh. Setelah itu snorkling lagi. Langit juga lebih cerah dibanding sebelumnya. Tapi karena stamina sudah habis, snorkling yang ke dua kali hanya sebentar. Planning untuk menyebrang ke Pulau Rubiah yang hanya berjarak 400 meter terpaksa di urungkan. Pertama karena nyali nya nggak ada, yang ke dua, stamina udah habis, yang ketiga takut di tabrak kapal yang melintas antara Pulau Rubiah dan Iboih. Ternyata ada hari pantangan juga untuk melakukan kegiatan di tempat ini. Tapi nggak ada pantangan untuk berpakaian super mini or half naked :p

Hari-hari Larangan
Bersih-bersih badan dah selesai, mata ini pun mengantuk. Walau perut terasa lapar, lebih baik bobok siang dulu daripada nggak konsen bawa motor nanti. Eh nggak tahu nya teman seperjalanan ku juga ikut tertidur :D.

Panas dan gerah membuatku terbangun dari tidur. Perut sudah mulai lapar. Teman seperjalanan juga dah bangun. Kami bersiap-siap lagi menuju Sabang. Kali ini akan menikmati Sunset di Pantai Kasih dan hunting oleh-oleh seperti Pia Sabang dan baju kaos di Piyoh. Sama seperti hari sebelumnya, kota Sabang sepi. Padahal hari itu hari kerja. Trus orang-orang yang kerja pada kemana ya???


Malamnya agak sedikit memanjakan diri dengan menikmati seafood di tepi pantai. 
@ Sentral Sea Food, Sabang


 Alhasil karena meninggalkan kota Sabang jam 9 malam, teman seperjalanan kuminta untuk ngoceh sepanjang jalan menuju Iboih, karena dalam perjalanan akan melewati kawasan yang banyak monyetnya. Untung saja saat kami melewati area tersebut, tidak ada satupun yang nongol. Tiba di penginapan jam 9.30 malam. Yang punya motor dah khawatir. (khawatir motor nya sih :)).

Esok harinya lagi, kami pun bersiap kembali ke Banda Aceh. Dengan boat kami di antarkan ke tempat taksi menunggu. Kali ini mobil nya Honda Jazz dan supirnya lumayan ngebut. Enak.. :).

Tiba di Balohan, lapor petugas loket, langsung menuju kapal fery yang sudah sandar dan memilih bangku dan kemudian tidur lagi.

Sebelum bertolak menuju Medan (teman perjalanan melanjutkan ke Jakarta) kami menyempatkan mampir di rumah Cut Nyak Dien dan Musium Aceh.
@ kamar Cut Nyak Dien
Akhir perjalanan ditutup dengan wisata kuliner di RM Rayeuk dalam perjalanan menuju Bandara SIM yang menyajikan makanan khas aceh.


 


Ayam Tangkap

NB : foto - foto perjalanan bisa di buka di Banda Aceh - Sabang.




















No comments:

Post a Comment