Masih pada inget nggak dengan lirik lagu "Burung Tantina??"
"Sio tantina burung tantina
mati dipanah Raja Nirwana
Sakitnya bukan sakit penyakit
Khabarnya datang dari Sri Rama..."
Yup.... Lagu ini adalah salah satu lagu daerah dari Propinsi Maluku / Ambon dan menjadi kota tujuan perjalanan saya berikutnya setelah Ternate. Kebetulan trip kali ini nggak pusing ngurusin itinerary dan budget karena ngikut Jeng Opi. Kemanapun tim nya bergerak.. kesitu pulalah daku mengikutinya.
Penerbangan di pagi buta, cukup membuat mata ini selalu tertutup sepanjang jalan. Tiba di kota Ambon pun mata ini masih sangat berat untuk di buka. Tapi, begitu menyusuri pantai Ambon menuju penginapan....ambooiii...indah nian.
Mata ini pun terbuka lebar menikmati indah nya Ambon. Dan semakin sumringah setelah tiba di penginapan di Dusun Toisapu. Dapet kamar dengan pemandangan Teluk Ambon.... surga dunia dah. Setelah meletakkan barang bawaan, daku menyempatkan diri untuk menuruni anak tangga menuju tebing. Luar biasa.. air lautnya bening sekali. Tapi hari ini bukan waktunya untuk menikmati tebing ini. Kami beranjak meninggalkan penginapan menuju salah warung kopi terkenal di Ambon yaitu Warkop Sibu-sibu (Jl. Said Perintah). Menu yang disajikan memang hanya makanan ringan dan kopi Raruba sebagai kopi andalan yang di taburi kacang kenari pada permukaan kopinya.
Hari itu Opa Charles diundang untuk menghadiri acara syukuran gereja di Desa Hatu. Kami pun diajak untuk datang. Gereja di Hatu ini di bangun juga oleh orang Islam. Jadi hidangan yang disajikan juga sudah pasti halal (amannn.. bisa makan sepuasnya dah). Acara ini dihadiri oleh Bapak Gubernur Maluku Karel Albert Larahalu. Diawali dengan tarian penyambutan mengawali pesta di Desa Hatu. Uniknya, sebelum memasuki panggung utama, tersedia meja sepanjang 300 meter yang akan diisi oleh makanan yang disiapkan oleh penduduk Hatu. Siapa pun boleh mengambil makanan dari meja manapun atau disebut juga Makan Patita (atas nama pertemanan). Bungkus pun bolehhh...makanannya berlimpah ruah. Dalam acara ini ada juga penyampaian sejarah kota Ambon dan asal muasal suku-suku di Ambon. Acara berlangsung meriah dan penuh keceriaan. Ada tarian daerah yang dibawakan anak-anak kecil, paduan suara pemuda-pemudi setempat dan poco-poco :). Kegiatan hari itu cukup menguras tenaga. Kami pun relaksasi sebentar menuju Pantai Natsepa untuk menikmati rujak buah dan es kelapa muda. Amazing, walau penjual makanan ini berjejer sepanjang Pantai Natsepa, pantai nya bersih. Nggak ada sampah yang dibuang ke laut. Rujak buahnya pun enak. Sampai nambah dua kali. Walau kami semua sudah kelelahan tapi masih menyempatkan diri untuk makan malam dan menikmati kesegaran Jus Gandaria di restoran Panorama yang terletak di puncak kota Ambon. Alhasil begitu tiba di penginapan langsung tertidur lelap.
Esok hari nya adalah wisata pantai, wisata kuliner, wisata benteng dan wisata religi. Semua pantai di Ambon yang dikunjungi indah dan bersih. Mulai dari Pantai di dekat penginapan Tirta Kencana, Pantai Pintu Kota, Pantai Santai, Pantai Natsepa. Kami juga pindah penginapan ke Santai Beach.
Wisata Bentengnya ke Benteng Amsterdam di Desa Hila adalah benteng peninggalan penjajahan Portugis dan Belanda. Dulunya Benteng tersebut juga digunakan sebagai tempat penyimpanan rempah-rempah. Namanya juga benteng jaman baheula, bulu kuduk sempat agak merinding juga saat memasuki halaman nya. Apalagi saat itu hujan rintik-rintik dan ada beringin besar...
Wisata religi nya kali ini yang agak sedikit berkesan. Lokasi nya juga di Desa Hila. Desa ini dulunya adalah daerah konflik dengan mayoritas Muslim. Uniknya, walau di desa ini tidak ada penganut Kristen, terdapat gereja Tua Hila yang merupakan replika dari gereja yang dibakar. Tidak jauh dari Gereja ini, terdapat masjid ter tua se - Indonesia yaitu Masjid Wapaue yang dibangun tanpa menggunakan paku. Alhamdulillah berkesempatan untuk menunaikan sholat maghrib di masjid ini dan diundang untuk silaturahmi ke rumah pak Guru di Desa itu yaitu Pak Arsyad. Dari beliau, kami mendapatkan kisah mengenai konflik SARA yang terjadi di Desa tersebut. Malamnya kami tutup dengan menikmati hidangan Nasi Kuning di pinggir jalan AM. Sangaji.
Di hari ketiga adalah hari terakhir ku di kota Ambon. Tapi, sayang rasanya kalau nggak snorkling di Santai Beach. Dengan modal minjem snorkle nya jeng Ririn, diriku menikmati snorkling. Nggak berani jauh-jauh dan deket-deket ma karang yang besar dan luas, takut kebawa ombak dan nggak bisa kembali ke tepi pantai dan takut ketemu hiu. Waktu pun berlalu dengan cepat dan saat nya berpisah dengan teman-teman yang akan melanjutkan perjalanan ke Banda Naira pada malam harinya.
Kemana lagi tujuan selanjutnya ya :).
Note :
- Foto-foto selengkapnya : Ambon Manise
- Sewa mobil Rp 650.000 / 12 jam
- Penginapan di Dusun Toisapu : Rp 150.000 / malam
- Penginapan di Santai Beach : Rp 250.000 / malam
- Tiket masuk Pantai Natsepa : Rp 2.000/orang & Rp 10.000 untuk mobil
- Trip perjalanan : 27 - 29 Desember 2010
No comments:
Post a Comment