Umroh Ramadhan Cinta
(Ramadhan 1434 H)
“Innahuu ‘alaa roj’ihii la qoodir” (At Thariq
:8). Ayat ini terlantun 8
bulan lalu di dua kota suci ini. Subhanallah undangan Nya begitu cepat. Raga
dan jiwa ini pun kembali lagi ke tanah suci di bulan yang Engkau sucikan, bulan
dimana diturunkan Al Quran, bulan dimana salah satu malam nya lebih baik dari seribu
bulan. Alhamdulillah, kali ini tidak dibiarkan sendirian seperti waktu haji.
Sahabat terdekat jadi teman beribadah. Semuanya tanpa rencana. Hanya dua kalbu
yang merindukan tanah haram ini lah yang dipersatukan oleh Nya untuk saling
mendampingi. Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdziban (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?)
“ Kha, Gw pengen
umroh ramadhan… recommended nggak travel yang kamu pakai? Lagi hunting travel
tapi belum ada satupun yang memberi respon” Pertanyaan ini kulontarkan 3 bulan
sebelum berangkat umroh. Tak disangka beberapa hari setelah pertanyaan ini Ikha
memberikan kejutan “…. Aku
juga mau umroh ramadhan asal berangkat bareng dengan travel yang sama”. Nikmat
mana lagi yang bisa di dustakan?
“Visa belum keluar euy…” tepat seminggu sebelum berangkat. Diri ini
kemudian menelaah lagi satu persatu apa yang sudah diperbuat setelah mendaftar.
Pelunasan sudah, dokumen sudah komplit. Satu yang terlupa : SEDEKAH.
“ …ditelpon nggak ya Multazam nya?” H-1 sebelum keberangkatan. Entah kenapa
hati ini tenang sekali. Yah namanya datang ke tempat yang super special,
berarti cobaan nya juga special. Semoga amalan yang sudah dilakukan bisa
memudahkan semua urusan. Whatever will be aja dah, yang penting pergi dulu ke
Jakarta. Diliat ntar apa yang akan terjadi besok. Ba’dha dzuhur diberi
informasi siap-siapin aja pakaian untuk berangkat. Visa masih dalam masa
pengurusan dan insya Allah bisa keluar.. Senyum. Nikmat mana lagi yang bisa kami
dustakan?
“… baju ihram nya dikeluarkan dari koper. Tujuan pertama adalah kota Makkah.” Dikabarin lagi
tepat ba’dha Ashar saat akan berangkat ke airport. Alhamdulillah. Positif dah
Visa nya di APPROVE. Stamina kami sudah mulai menurun. Hanya zikir dan doa yang
menguatkan sepanjang perjalanan menuju bandara.
Nikmat mana lagi yang bisa didustakan?
Subhanallah, walhamdulillah, walailahailallah, wallahu akbar.
Lelah, badan serasa demam, panas, batuk, pilek setiba nya di Kota Jeddah.
Ya Allah, ringankan perjalananku menuju Tanah Haram Mu. Alhamdulillah,
keringanan itu benar-benar datang. Serasa hanya berkedip sebentar mata ini, dan kota Makkah sudah berada di
depan mata. Di sambut oleh Ustad Gaul yang memberikan sedikit pembekalan umroh,
semangat ini kembali berkobar. Ya Allah, terimalah semua amal ibadah kami
selama berada di tanah haram. Sembuhkan yang sakit dan ringankan yang berat.
Bersama ustad Gaul, ibadah umroh di bulan suci ramadhan terasa khusyuk dan
nikmat. Nikmat mana lagi yang bisa didustakan?
“…. Nanggung sudah jam 2.30 pagi. Kita sahur air zam-zam aja yok di hari
pertama puasa. Istirahatnya besok aja ba’dha subuh”… niat ini disampaikan ke
ustad Gaul yang mempersilahkan kami berdua untuk sahur di Masjidil Haram. Tapi
satu urusan yang harus segera dilakukan : TOILET. Alhamdulillah waktu haji
kemarin nginep di Safwah Orchid Hotel. Jadi numpang BAB + BAK disana. Gimana
caranya? Rahasia J. Nikmat
mana lagi yang bisa kami dustakan?
Golden time. Ya, buatku berada di kota suci pada bulan suci dan bersama
sahabat yang kucintai adalah golden time. Bisakah terulang kembali? Hanya Allah
yang tahu. Setiap detik kami manfaatkan sebaik mungkin. Saling menggoda, saling
memberi tahu, saling memperhatikan, saling membantu, saling menghibur,
sama-sama bisa nangis walo ngga janjian, menahan kantuk yang luar biasa disaat
tarawih, menembus barisan manusia saat tawaf dan masuk ke Hijr Ismail, makan
ala kadarnya saat berbuka dan sahur, menikmati rintik hujan di malam ke-2
ramadhan, membasahi kerongkongan yang kering dengan kelezatan air zamzam
setelah berpuasa 14 jam. Nikmat mana lagi yang bisa kami dustakan?
Area Tawaf. Ini lah salah satu tempat paling misteri buatku. Tempat dimana
semua terbolak balik. Tempat dimana bisikan hati bisa jadi kenyataan. Tempat
dimana kesombongan manusia tidak ada artinya. Tempat dimana hanya orang-orang
terpilih yang bisa mencium hajar aswad dengan leganya tanpa harus saling sikut
sana sini atau pakai joki. Tempat dimana Multazam berada. Tempat dimana tidak
semua orang hati nya mendapatkan hidayah dari Allah. Tempat dimana ditunjukkan
siapa kah sebenarnya aku ini. Nikmat mana kah yang bisa aku dustakan?
“…Sabar..sabar” tepukan di bahu seorang wanita arab mencoba menenangkan
isak tangis ku di hari terakhir di kota Makkah. Subuh itu terasa sangat berat.
Membayangkan harus meninggalkan kota ini. Waktu yang berlalu sangat cepat. Aku
dan Ikha saling diam dengan pikiran masing-masing. Tawaf Wada. Tawaf
perpisahan. Ya Allah undanglah hamba kembali di Ramadhan mendatang bersama
orang-orang yang hamba kasihi terutama dengan mahram beneran. “Innahuu ‘alaa
roj’ihii la qoodir”
“…..ya Bapak Ibu sekalian….kita sudah tiba di kota Madinah…mari sama-sama
kita membaca doa….” Ustad Su’ud membangunkan jamaah yang tenggelam di alam
mimpi dalam perjalan Mekkah – Madinah. Alhamdulillah, Allah memberi kenikmatan
yang luar biasa di kota ini. Cuacanya panas jreng seperti berdiri di depan oven
yang dibuka pintunya. Tapi Allah masih sangat sayang kepada kami. Hotel dikasih
yang bagus. Kamarnya sangat lega. Lift juga banyak untuk ngurangin antrian.
Makanan sangat berlimpah dan membuat lapar mata. Sebagai penyeimbang supaya
nggak terlalu nikmat, mulai diberi sedikit sakit radang tenggorokan dilanjutkan
dengan aku beribadah sendirian di dalam masjid Nabawi di hari kedua di Madinah.
Alhasil, kerjaan kami berdua setiap sore menjelang buka, nyari spot menarik
untuk buka puasa gratisan di halaman masjid. Di hari terakhir buka puasa
gratisan, sayup terdengar lantunan indah “ …Ya Nabi salam’alaika…Ya Rasul salamun’alaika…” mengisi hangat nya
sore itu. Ya, itu saat nya Ikha berpamitan dengan Rasulullah. Satu lagi nikmat
yang luar biasa dan belum pernah kulihat selama di Mekkah yaitu Ikha diberi
nikmat kantuk. Nempel bantal dikit udah molor dah dia. Merem dikit dah terbawa
ke alam mimpi. Nikmat mana kah lagi yang bisa kami dustakan?
“Innahuu ‘alaa roj’ihii la qoodir” …kembali ku lantunkan ayat ini di tiap
selesai dua rokaat tarawih di malam terakhir di kota Madinah. Ya Allah, berilah
kelimpahan rejeki untuk hamba kembali ke tanah tempat kekasih Mu berada. Ya
Allah, ijinkanlah hamba kembali lagi untuk sujud dan menikmati wanginya Raudhah. Aaamiin.
~ 16 Ramadhan
1434 H ~
No comments:
Post a Comment