Tiba di Pekalen Atas, kami menuju NOARS (salah satu provider arung jeram). Ukuran jalannya nya hanya pas untuk satu mobil saja. Karena sudah masuk musim liburan, setibanya di NOARS, sudah banyak mobil parkir di sana. Wow… rame sekali. Kami pun segera berganti pakaian dan mengisi perut dengan hidangan makan siang yang sudah disiapkan serta memilih peralatan safety nya. Setelah itu kami pun siap untuk berarung jeram. Hari ini debit air cukup tinggi namun masih aman untuk di arungi. Untuk menuju lokasi arung jeram, kami diangkut dengan pick up (yang biasanya digunakan untuk mengangkat sapi). Perjalanan ini cukup seru, mengingat jalan nya naik turun dan kecil. Tapi pemandangan sepanjang jalan cukup menghibur hati. 20 menit kemudian tiba di lokasi. Ternyata harus jalan kaki lagi sekitar 10 menit. Gak apa-apalah.. itung-itung pemanasan. Sempat berbincang-bincang dengan salah satu skipper dan yang mengejutkan ternyata adalah dia adalah teman dari teman saya yang suka berarung jeram juga. Untung nya hari itu air sungai cukup jernih dan jeram Welcome siap menyambut kami. Setelah pembagian kelompok, tim ku berangkat duluan dengan 1 kapten, 1 skipper dan 4 penumpang. Sudah tentu posisi paling depan menjadi posisi favoritku. Salah satu yang unik dari Pekalen Atas ini, berkali-kali kapten meneriakkan BOOM (posisi duduk di dalam perahu). Walaupun gradenya kecil, tapi kalau sampai terlempar keluar dari perahu akan menyakitkan, karena batunya tajam-tajam. Setelah mengarung selama ½ jam, kami pun mulai bertemu dengan air terjun kecil…. Dan makin lama air terjun nya semakin besar. Aroma kelelawar juga tercium dengan jelas. Betul-betul indah banget dah. Puas berfoto dan bermain di lokasi air terjun ini, kami melanjutkan perjalanan. Tiba di pondok kecil yang tidak begitu jauh dari air terjun terakhir, kami pun menepi untuk mengisi perut dengan segelas STMJ (susu telur madu jahe) dan pisang goreng yang laris manis dilahap peserta. Energi pun terisi kembali. Skipper dan kapten di perahuku sudah gatal untuk membalikkan perahu kami. Akhirnya di lokasi tempat terjun bebas, mereka sukses membalikkan kapal. Alhasil kami semua pun tercebur ke dalam air. Salah satu peserta ada yang terserang panik. Untungya skipper, kapten dan sang pacar sigap menolong nya. Nah, di lokasi ini ada yang seru nih. Uji adrenaline. Peserta di tantang untuk terjun dari tebing dengan ketinggian 5 meter ke dalam sungai. Awalnya sih keder juga, tapi begitu di kasih contoh bagaimana cara melompatnya, akhirnya berani juga… dan jantung serasa melorot ke kaki pada saat akan lompat. Puas main lompat-lompatan, kami pun segera menuju finish point. Arung jeram selam 2 jam berakhir sudah. Saat nya berganti dengan pakaian kering untuk melanjutkan perjalanan menuju penginapan di Bromo.
Gelap nya malam, lelah, pegal dan rasa kantuk yang amat sangat menemani perjalanan dari Pekalen menuju Bromo. Perut yang mulai merintih kelaperan akhirnya diisi juga dengan sepiring nasi rawon. Alhasil, mata ini semakin berat setelah makan. Waktu menunjukkan pukul 09.45 malam pada saat kami tiba di Yoschi’s Hotel. Dingin nya udara gunung sangat menggigit. Setelah dapet pembagian kamar, kami pun langsung tenggelam ke alam mimpi diiringi lagu yang sayup-sayup terdengar dinyanyikan di Bar Yoschi’s.
Rasanya baru sesaat mata ini terpejam… alarm handphone membangunkanku untuk segera bersiap-siap menuju Bromo. Dingin nya serasa makin menggigit. Dengan menggunakan jeep sewaan kami dan salah satu tour leader pun meninggalkan hotel. Rasa kantuk yang masih berat, rasa hangat dan ayunan mobil meninabobokkan diri ini. Kami parkir lumayan jauh dari Penanjakan (tempat untuk menanti matahari terbit). Sehingga harus berjalan kaki lagi sekitar 15 menit. Ojek motor dan penyewaan jaket menawarkan jasa mereka. Tapi kami bersikukuh untuk tetap berjalan kaki dalam kegelapan sampai di Penanjakan sekalian menghangatkan badan. Ternyata penuh banget.. Kami pun berpencar supaya bisa menyelinap di antara orang-orang untuk mendapatkan tempat terbaik. Harus pelan-pelan… kalau nggak bakal di teriakin sekitar 500 orang kalo nyelinapnya pakai sodok kanan dan kiri. Setelah dapet tempat yang lumayan nyaman, ku alihkan mata ini sesaat untuk melihat pengunjung yang datang.
Banyak juga wisatawan manca Negara nya. Perlahan tapi pasti, sang surya pun mulai menunjukkan kemilau terangnya. Sungguh indah dan mempesona.
Decak kagum orang-orang dan kilatan sinar dari kamera mengabadikan pagi itu. Dan tak lama, sang surya pun semakin tinggi. Satu persatu mulai meninggalkan penanjakan. Langit biru dan tanpa kabut menambah keindahan pagi itu. Tapi perut ini juga lapar minta diisi. Mie siram dan segelas teh manis pahat segera menghangatkan tubuh ini. Sekarang tinggal menunggu teman-teman lainnya untuk melanjutkan perjalanan menuju kawah Bromo. Untuk menuju kawah Bromo, kami pun berjalan kaki melintasi padang pasir.
Sebenarnya sih ada penyewaan kuda, tapi kami ingin merasakan menapaki 402 buah (ntah bener atau nggak jumlahnya…nggak sempat ngitung) anak tangga. Tertatih dan tersenggal juga napas ini. Dan dengan segala upaya dikerahkan, akhirnya tiba juga di bibir kawah semeru.
Wah seram amat tempatnya. Pagar pelindungnya hanya sedikit saja. Teman-temanku yang punya nyali besar, berani untuk berfoto di luar pagar pelindung. Gak kebayang dah kalau jatuh, bakal jadi persembahan tuh… Karena tempatnya nggak aman, aku mengajak teman-teman untuk segera turun. Dan diputuskan setelah melewati tangga, akan dilanjutkan menunggang kuda. Tawar menawar pun terjadi begitu kami menginjakkan kaki di anak tangga terakhir. Dan akhirnya dapat harga Rp 20.000 sampai ke tempat parkiran mobil. Untung kuda yang kutunggangi tinggi dan besar.
Awalnya sangat takut, apalagi pada saat menuruni kawah, jalannya tidak rata. Tapi lama-kelamaan pun mulai terbiasa. Begitu sampai di padang pasir, sang pemilik kuda menawarkanku untuk membawa sendiri kudanya yang langsung kutolak mentah-mentah. Ntar kalau tiba-tiba kudanya ngamuk dan aku dilempar dari atas pelana kan serem. Setibanya di tempat parkiran, badan ini mulai terasa pegal. Ternyata walau sudah berusaha sesantai mungkin, menunggang kuda cukup membuat seluruh badan sakit. Dan tak jauh dari tempat jeep di parkir, ada pedagang bakso. Kami pun menyerbu penjual bakso ini. Soal rasa jangan ditanya dah. . yang penting bisa buat ganjal perut. Sebenarnya paket tour di Bromo hanya sampai di kawah saja, tapi kami ingin ke Pasir Berbisik (tempat syuting filmnya Dian Sastro “Pasir Berbisik”) dan ke bukit Teletubbies. Setelah berdiskusi, kami pun sepakat menambah ongkos sewa mobil sebesar Rp 22.000 /orang. Perjalanan dilanjutkan menuju ke Bukit Teletubbies. Setibanya di sana, kami di sambung padang savanna… kalau diliat dari kejauhan emang keren banget, tapi rumput-rumputnya cukup tajam dan bisa melukai kaki. Bukit ini mengingatkanku pada saat menuju Air Terjun Haratai di Loksado.
Bedanya, di Haratai tuh panas banget dan banyak nyamuk, kalau di Bukit Teletubbies tuh berangin dan dingin banget. Puas bernarsis ria di tempat ini, perjalanan di lanjutkan ke Pasir Berbisik. Wah langsung membayangkan salah satu adegan dimana Dian Sastro berlari-lari di lokasi ini. Keren dah pokoknya, apalagi begitu ada hembusan angin, pasir nya serasa berbisik (boleh percaya boleh tidak).
Yap, sudah waktunya untuk kembali ke hotel dan berkemas, karena rekan-rekan dari Jakarta harus meninggalkan Surabaya jam 5 sore (walo akhirnya delay sampai jam 7 malam).
Thanks a lot buat :
1. DAL Adventure… trip nya bener-bener adventure.
2. Da Rifi Hostel… staff yang ramah dan suasana kekeluargaannya kental banget. Recommended banget dah buat teman-teman Backpacker kalo pada main ke Surabaya dan nggak punya teman buat ditebengi.
3. Teman-teman perjalanan : Imam dan Anang – yang ternyata GiFo juga, Oqhtie dan Dina – yang narsis habis dan semangat sepanjang perjalanan, serta Kenny dan Meina… semoga Indonesia membawa kenangan indah buat kalian berdua.
4. NOARS …. Ditunggu kedatangannya di Sungai-sungai Sulawesi.